“Yesus Kristus Lahir di Watu Pinawetengan”

| 0 komentar


Natal MCC, GMM dan Pinawetengan Muda: “Yesus Kristus Lahir di Watu Pinawetengan”
oleh Denni Pinontoan

Pinabetengan – Orang-orang muda Minahasa yang tergabung dalam Mawale Cultural Center (MCC), Gerakan Minahasa Muda (GMM) dan Pinawetengan Muda beserta jaringannya se-Minahasa, Rabu (9/12) malam memaknai Natal Yesus Kristus dalam konteks budaya Minahasa melalui Pagelaran Seni Natal Yesus Kristus di Watu Pinawetengan, Desa Pinabetengan, Minahasa. Kegiatan yang dimaknai sebagai Perayaan Natal yang khas dan kreatif ini dimaksudkan sebagai bentuk kontekstualisasi teologi dalam kebudayaan Minahasa.

Kegiatan dirancang sebagai ibadah yang kreatif dan kontekstual, yang dalam prosesinya diisi pementasan teater, musikalisasi puisi serta diskusi dengan tema “Yesus Kristus Lahir di Watu Pinawetengan dengan pembicara Pdt. Dr. Richard A.D. Siwu, MA, PhD, sebagai teologi yang memiliki konsern terhadap persoalan kemasyarakan dan kebudayaan Minahasa. Bersama hadir dalam kegiatan ini Prof. Johny Weol, teologi dan juga pemerhati persoalan kemasyarakan, Ivan Kaunang, kandidat doktor di Udayana Bali, Sofian Yosadi, SH., tokoh pemuda Khonghucu, Meidy Tinangon, SSi, MPd, Ketua Penggerak GMM, Greenhill Weol, Direktur MCC, Frisky Tandaju selaku ketua Pinawetengan Muda, dan beberapa tokoh Muda Minahasa lainnya, antara lain Meidy Malonda, dan Bodewyn Talumewo.

Dalam diskusi yang dipandu Denni Pinontoan ini, Pdt. Siwu mengemukakan, tema yang diangkat dalam kegiatan tersebut dan yang juga menjadi topic diskusi sangat menarik. Sebab, tema ini, menurutnya, menggambarkan apa yang disebut di sekolah-sekolah teologi sebagai kontektualisasi teologi atau teologi kontekstual. “Kelahiran Yesus di Bethlehem adalah sesuatu yang histories. Dan, dalam memaknainya sekarang adalah soal konteks kebudayaan kita,” kata Pdt. Siwu.

Pdt. Siwu menjelaskan bahwa, teologi di dalam gereja-gereja kita di Indonesia kebanyakan masih mewarisi model teologi Barat. Makanya, perlu dilakukan lagi reinterpretasi terhadap ajaran dan pemahaman teologi tersebut untuk mengkontekstualisas ikan pesan-pesan Injil Yesus Kristus. “Sebenarnya, apa yang diajarkan oleh gereja-gereja kita sekarang, termasuk mengenai cara dan bentuk perayaan Natal adalah hasil interpretasi mereka terhadap apa yang terdapat dalam Alkitab dalam Alkitab. Persoalannya, kita belum melakukan interpretasi langsung. Tapi, saya kira apa yang dilakukan oleh orang-orang Muda Minahasa mala mini adalah langkah awal yang baik untuk menuju ke sana ,” tegasnya.


Orang-orang muda yang hadir dalam kegiatan tersebut menanggapi bahwa, perlu ada usaha kontektualisasi teologi gereja dalam konteks lokal Minahasa, dengan kebudayaannya, dan juga dengan persoalan-persoalan nya. “Saya kira, persoalan utama kita adalah ada manusianya. Ya manusia Minahasa. Maka, penting untuk kita lakukan bersama-sama sekarang adalah memaknai makna Natal tersebut dalam konteks kekinian kita di Minahasa ini,” kata Fredy Wowor, sastrawan dan dosen Sastra Unsrat yang juga.

Sementara Rikson Karundeng, tokoh Muda Minahasa, mengatakan, memaknai arti Natal Yesus Kristus dalam konteks Minahasa sama halnya dengan bagaimana kita menerjemahkan nilai-nilai Injil tersebut dalam konteks Minahasa kontemporer. “Dengan demikian sebenarnya kita sedang berusaha menjebatani antara nilai-nilai histories Natal Yesus itu dengan persoalan kekinian Minahasa,” tegasnya.

Greenhill Weol, dibagian awal kegiatan ini mengatakan maksudnya dilaksanakan perayaan peringatan Natal Yesus Kristus di Watu Pinawetengan ini adalah untuk memaknai secara baru arti Watu Pinawetengan dalam konteks Minahasa kontenporer. “Bahwa, menurut cerita, Watu Pinawetengan ini adalah tempat para dotu-dotu Minahasa melakukan musyawarah untuk menjawab persoalan-persoalan hidup mereka di zamanya. Maka, tempat ini kami pilih sebagai penanda bahwa sekarang ini orang-orang Minahasa tidak tinggal diam, tapi melakukan sesuatu untuk tanah ini. Sudah sekitar dua tahun, kami menjadikan Watu Pinawetengan sebagai tempat untuk mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan kebudayaan Minahasa,” ujar Green.

Pemuda Desa Pinabetengan Dulu

| 0 komentar


“If you want to know your past - look into your present conditions. If you want to know your future - look into your present actions”. – Buddhism Proverb
Pemuda adalah merupakan masa depan Negara dan Bangsa ini dan eksistensinya sangat penting untuk dipertahankan, dibina, dididik, dan dibentuk demi tercapainya masa depan yang cerah. Baik tidaknya masa depan adalah ditentukan dari sekarang sebab yang akan menjalankan masa depan adalah pemuda masa kini sebagai bukti nyata dari regenerasi. Pemuda di masa sekarang ini disebut sebagai tulang punggung Bangsa menjadi titik tumpuan yang memiliki peran tidak kecil. Kenapa Pemuda sebab proses proses penting dalam hal belajar dan pembentukan karakter sangat penting di masa muda. Pemuda dalam proses pencarian jati diri, pembentukan karakter, dan pengembangan Intelektualitas ini butuh saluran yang tepat dan benar sebab saat inilah yang akan menjadi penentu. Pendidikan tidak hanya mencakup kurikulum sekolah, namun juga mencakup berbagai aspek yang dapat meningkatkan kompetensi generasi muda dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan.
Nasionalisme pemuda Indonesia masih bersifat formal sehingga pada suatu waktu nilai nasionalisme bisa memudar. Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault mengungkapkan hal itu saat menggelar dialog dengan Bupati Subang dan sejumlah tokoh pemuda setempat, Jumat (1/8/08).
Menurut Menpora, Nasionalisme formal adalah Nasionalisme yang dibangun dari atas ke bawah (top down), bukan bottom up (bawah ke atas). ''Contohnya pada era Orde Baru, masyarakat wajib mendapatkan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Saat itu, nasionalisme didasarkan pada selembar sertifikat,'' jelas Menpora. Untuk mengatasinya, salah satu solusi ialah memfokuskan pada pembentukan karakter pemuda. Adhyaksa menilai peranan pemuda Indonesia sangat dinantikan rakyat Indonesia seperti yang terjadi pada gerakan reformasi 1998. Pemuda Indonesia saat itu mampu bergerak meruntuhkan rezim Orde Baru. Kini demi kepentingan bangsa dan negara, menurut Adhyaksa, pemuda harus mementingkan dan memperkuat solidaritas sosial serta meninggalkan sikap individualisme dalam kehidupan berbangsa. ''Sikap jauh dari rasa solidaritas terlihat saat pemilihan kepala daerah. Banyak calon justru tidak menunjukkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa. Mereka terkadang saling bersaing dan meninggalkan silaturahim di antara mereka.''(Dikutip dari www.kemenpora.go.id)
Benni Matindas, seorang filsuf dan budayawan Minahasa, penulis seribuan halaman buku “Negara Sebenarnya”, yang sering berkhotbah bahwa perkembangan kebudayaan haruslah melalui pembangunan kesenian yang memberi ruang seluas-luasnya untuk eksplorasi kreativitas dan pengembangan intelektualitas, seperti dikutip dalam tulisan Greenhill Weol dan hal itu tidak lepas dari peran generasi muda.
Globalisasi dan perkembangan zaman tak terbendung lagi. Kini IPTEK telah menjamah sampai ke pelosok-pelosok. Disadari bahwa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat dibutuhkan, tetapi dibalik itu ada arus besar yang siap menelan siapa saja yang tidak terproteksi dengan penguasaan IPTEK dan kesiapan Intelektual serta pengaplikasiannya secara tepat dan benar.
Masa depan yang cerah adalah impian semua orang. Bukan tidak mungkin jika impian itu menjadi nyata ketika komitmen “di bawah naungan Merah Putih, Pemuda siap menyatukan kesamaan paham mengenai Wawasan Nusantara atau kepentingan yang sama terhadap rasa Nasionalisme dan rasa cinta terhadap Seni dan Budaya dan juga Cinta Lingkungan Hidup serta elemen-elemen pendukungnya tanpa melanggar kepentingan umum dan atau peraturan yang berlaku yang ditetapkan oleh Pemerintah”.
“Give me a little place to stand, and I will remove the world”. – Archimedes

Pinawetengan Muda Explore

| 0 komentar






Apa yang anda pikirkan jika melihat foto ini?

Suara solidaritas untuk kawan

| 0 komentar

Suara solidaritas untuk kawan
Di MAWALE MOVEMENT.
Kami dari Pinawetengan Muda turut bersimpati atas Dicurinya blog sastra minahasa dan juga tujuh blog lainnya yang telah di bangun sejak awal tahun 2005. Kami yakin bahwa setiap pekerjaan budaya yang telah kita lakukan tidak akan pernah hilang sampai kapanpun.
Tetaplah berjuang dan bekerja untuk Tou, Tana', dan Budaya Minahasa
I jajat Un Santi.

Dengar Palakat
Tabea!

Pencurian terhadap jaringan Blog Sastra yang di kelola Mawale Movement terus terjadi. Blog-blog yang diperuntukkan bagi pembangunan gerakan seni-budaya dan kesadaran identitas di Utara Celebes kini telah di curi oleh yang pihak-pihak yang tidak bersimpati. Identitas dan motif sejauh ini belum di ketahui. Total, telah ada 8 blog yang masuk jaringan Mawale Movement di curi!

Setelah blog Sastra Minahasa http://sastra-minahasa.blogspot.com/ , Suara Minahasa http://suara-minahasa.blogspot.com/ , Ron Minahasa http://ron-minahasa.blogspot.com/ , Sastra Manado http://sastra-manado.blogspot.com/ , Mawale Movement http://mawale-movement.blogspot.com/ , kini menyusul blog XP Minahasa http://xpminahasa.blogspot.com/ , Vista Minahasa http://vistaminahasa.blogspot.com/ dan Linux Maesa http://linuxmaesa.blogspot.com/ yang hilang. Walau blog-blog tersebut masih bisa anda temui di dunia maya, sebagi misal jika di-search lewat Google, namun blog-blog tersebut tidak lagi dikelola oleh Mawale Movement, demikian tentu isinya.

Dari semua blog tersebut, kami dari publikasi Mawale Movement baru memperbaiki satu blog yakni Blog Sastra Minahasa dengan membuat sebuah blog baru, dengan account blogger baru, namun dengan isi yang sama yang beralamat di:

http://minahasa-sastra.blogspot.com/

Kami menganggap bahwa tindak kejahatan pembajakan blog seperti yang mereka lakukan kepada kami adalah cambuk terhadap kerja-kerja seni budaya kami. KAMI TIDAK AKAN PERNAH HILANG, APALAGI MUSNAH! Gerakan Mawale yang mengusung: Identitas, Kreatifitas dan Kontekstualitas sebagai semangat kolektif kami.

Anda dapat membantu kami dengan menyebarkan pesan ini sebagai wujud solidaritas kita menolak pencurian blog seperti yang kami alami.

Makase Banya.

Gejala runtuhnya generasi Muda Minahasa

| 0 komentar

Gejala runtuhnya generasi Muda Minahasa akan datang
Hari gini Nyanda skola??


Sebuah pertanyaan muncul yaitu dapatkah masyarakat desa ini merasakan pemenuhan kebutuhan hidup yang murah serta terjangkaunya biaya pendidikan dan biaya penunjang pendidikan? Jangan – jangan persoalan yang sama juga dialami oleh masyarakat di desa lain di negara ini? Atau jangan – jangan persoalan ini malahan dialami oleh semua orang di negara ini?
Berawal ketika Desa Pinabetengan dirayakan berumur 115 tahun pada Agustus 2008 lalu, desa kelahiranku ini sepertinya tak banyak berubah sejak 25 tahun terakhir. Kesuksesan dan keberhasilan yang pernah dicapai leluhur dan pemerintah desa di masa lampau kini tinggal kisah romantika belaka. Pada masa kini disebutlah satu persatu keberhasilannya mulai dari penamaan desa yang diambil dari situs kebanggaan tou dan tanah Minahasa yaitu Batu Pinabetengan. Sebuah hal yang tidak kebetulan memang ketika desa ini dinamakan Pinabetengan sebab selain berada pada posisi sebagai desa yang paling dekat dari Batu Pinabetengan nama Pinabetengan juga diberikan sebagai tanda bahwa dari tempat di desa inilah para leluhur tanah Minahasa bermusyawarah untuk membaginya ke seluruh suku di Minahasa. Orang – orang tua di desa ini juga sering bertutur tentang posisi desa dan Batu Pinabetengan ini yang terletak ditengah – tengah tanah Minahasa tempo dulu, oleh sebab itulah maka desa ini dinamakan Pinabetengan, dan cerita ini lebih ditegaskan lagi dengan didefinitifkanya nama Desa Pinabetengan pada Oktober 1893 oleh pemerintah pada waktu itu.
Satu kebanggaan bagi masyarakat desa ini dengan kemenangannya sebagai desa terbaik senusantara pada tahun 1983. Hal ini merupakan suatu capaian luarbiasa yang manis dikenang dalam hati orang Pinabetengan khususnya yang terlibat langsung dalam persiapan lomba, hingga lomba desa tersebut. Hal yang menarik dari lomba desa tersebut adalah ketika lomba ini dimulai dengan lomba desa antar kecamatan, dan pemenangnya adalah Desa Pinabetengan, kemudian dilanjutkan dengan lomba desa sekabupaten dan dimenangkan pula oleh desa Pinabetengan. Akhir dari serangkaian lomba ini adalah lomba Desa senusantara dan dimenangkan oleh Desa Pinabetengan. Tak lepas dari rangkaian keberhasilah tersebut adalah usaha dan kerja keras masyarakat desa yang dengan mapalus membangun pagar halaman di seluruh desa, mapalus pula dilanjutkan dengan membuat jamban sehat serta menggali lobang sampah di setiap rumah warga. Keberhasilan demi keberhasilan yang telah dicapai memacu masyarakat desa untuk berusaha meningkatkan sumber daya manusia dengan membangun sekolah sekolah dan hasilnya adalah kini di desa ini terdapat tiga sekolah dasar yaitu SD GMIM, SD Inpres dan SD Katholik. Ada pula Sekolah Menengah Pertama yang di bangun dengan dana swadaya masyarakat dengan nama SMP LKMD Pinabetengan, dan kemudian menjadi SMP negri 2 Tompaso kini. Belum berhenti sampai disitu, kini telah pula dibangun SMA Pinabetengan pada Mei 6 tahun lalu yang di prakarsai oleh panitia pembentukan SMA Pinabetengan dan Bpk. D. Lumintang, BA.
Ada sejumlah prestasi lain yang tidak di bahas disini sebab sekarang kita tidak akan berbicara tentang sejumlah nostalgia tersebut melainkan pasca sejumlah keberhasilan tersebut kini Desa Pinabetengan memiliki persoalan mendasar yang perlu disikapi. Dimulai dari jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah cukup tinggi, padahal akses pendidikan di desa ini cukup mudah sebab mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA telah ada disini. Yang menjadi pokok persoalan mungkin saja bukan hanya soal fasilitas pendidikan namun juga biaya pendidikan yang relatif tinggi sehingga cukup mengurungkan niat orang tua menyekolahkan anak. Dari penelusuran kami sejumlah keluarga dapat menyekolahkan anak hingga tingkat SMP namun tidak mampu lagi hingga tingkat SMA apalagi Perguruan Tinggi karena himpitan tingginya kebutuhan hidup keluarga dan besarnya biaya pendidikan. Sekarang bagi sebagian masyarakat berprinsip “yang penting sudah bisa baca tulis dan berhitung, pasti tidak akan dibodohi orang” menjadi pegangan untuk dapat bertahan hidup di masa kritis, padahal kini dunia telah memasuki era globalisasi dimana tuntutan bagi setiap orang untuk berusaha sejajar dengan yang lain agar tidak tertinggal atau dengan kata lain menjadi budak apalagi di tanah sendiri contoh konkrit di desa yang umumnya masyarakat petani ini beberapa keluarga terpaksa menjual tanah, rumah dan lahan perkebunan demi menyekolahkan anak hingga Perguruan Tinggi namun fakta bahwa jumlah sarjana dan mahasiswa di desa ini masih dapat di hitung dalam hitungan jari dari jumlah 6400 jiwa.
Butuh waktu berapa lama hingga ada sebuah Institusi pendidikan lagi di Desa Pinabetengan mungkin bukan solusi tepat, namun peningkatan mutu pendidikan yang ada saat ini dan terjangkaunya pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat desa mungkin bisa menjadi salah satu jawab bagi persoalan ini. Disadari demi mencapai hal tersebut membutuhkan dukungan penuh dari semua pihak terkait, kiranya usaha dan niat baik kita diperhitungkan oleh Opo Empung. I Jajat Un Santi

Pinabetengan, 14 Maret 2009

Foto Tua dari Watu Pinawetengan

| 0 komentar

Foto-foto ini adalah foto tempo dulu dari Batu Pinabetengan.


Batu Pinabetengan Waktu ditemukan kembali pada Tahun 1888

Batu Pinabetengan tahun 1890


Batu Pinabetengan Tahun 1940

Batu Pinabetengan Tahun 1985

Foto ini didapat dari berbagai sumber antara lain dari koleksi pribadi Bodewyn Talumewo.

Napa torang di TV Lokal PACIFIC TV MANADO

| 0 komentar


Napa tu salah satu dari Pinawetengan Muda


Napa torang pe Undangan ke-1 di Pacific TV


Frisky lagi di wawancara untuk ke-2 kali di Pacific TV
tentang Kebudayaan Minahasa masa kini

Napa Torang samua yang ada waktu itu
Ini Fredy di Wawancara ke-2

Napa tu orang Minut : Chandra Rooroh


Napa depe HOST Bung : Jo