Gejala runtuhnya generasi Muda Minahasa

| 0 komentar

Gejala runtuhnya generasi Muda Minahasa akan datang
Hari gini Nyanda skola??


Sebuah pertanyaan muncul yaitu dapatkah masyarakat desa ini merasakan pemenuhan kebutuhan hidup yang murah serta terjangkaunya biaya pendidikan dan biaya penunjang pendidikan? Jangan – jangan persoalan yang sama juga dialami oleh masyarakat di desa lain di negara ini? Atau jangan – jangan persoalan ini malahan dialami oleh semua orang di negara ini?
Berawal ketika Desa Pinabetengan dirayakan berumur 115 tahun pada Agustus 2008 lalu, desa kelahiranku ini sepertinya tak banyak berubah sejak 25 tahun terakhir. Kesuksesan dan keberhasilan yang pernah dicapai leluhur dan pemerintah desa di masa lampau kini tinggal kisah romantika belaka. Pada masa kini disebutlah satu persatu keberhasilannya mulai dari penamaan desa yang diambil dari situs kebanggaan tou dan tanah Minahasa yaitu Batu Pinabetengan. Sebuah hal yang tidak kebetulan memang ketika desa ini dinamakan Pinabetengan sebab selain berada pada posisi sebagai desa yang paling dekat dari Batu Pinabetengan nama Pinabetengan juga diberikan sebagai tanda bahwa dari tempat di desa inilah para leluhur tanah Minahasa bermusyawarah untuk membaginya ke seluruh suku di Minahasa. Orang – orang tua di desa ini juga sering bertutur tentang posisi desa dan Batu Pinabetengan ini yang terletak ditengah – tengah tanah Minahasa tempo dulu, oleh sebab itulah maka desa ini dinamakan Pinabetengan, dan cerita ini lebih ditegaskan lagi dengan didefinitifkanya nama Desa Pinabetengan pada Oktober 1893 oleh pemerintah pada waktu itu.
Satu kebanggaan bagi masyarakat desa ini dengan kemenangannya sebagai desa terbaik senusantara pada tahun 1983. Hal ini merupakan suatu capaian luarbiasa yang manis dikenang dalam hati orang Pinabetengan khususnya yang terlibat langsung dalam persiapan lomba, hingga lomba desa tersebut. Hal yang menarik dari lomba desa tersebut adalah ketika lomba ini dimulai dengan lomba desa antar kecamatan, dan pemenangnya adalah Desa Pinabetengan, kemudian dilanjutkan dengan lomba desa sekabupaten dan dimenangkan pula oleh desa Pinabetengan. Akhir dari serangkaian lomba ini adalah lomba Desa senusantara dan dimenangkan oleh Desa Pinabetengan. Tak lepas dari rangkaian keberhasilah tersebut adalah usaha dan kerja keras masyarakat desa yang dengan mapalus membangun pagar halaman di seluruh desa, mapalus pula dilanjutkan dengan membuat jamban sehat serta menggali lobang sampah di setiap rumah warga. Keberhasilan demi keberhasilan yang telah dicapai memacu masyarakat desa untuk berusaha meningkatkan sumber daya manusia dengan membangun sekolah sekolah dan hasilnya adalah kini di desa ini terdapat tiga sekolah dasar yaitu SD GMIM, SD Inpres dan SD Katholik. Ada pula Sekolah Menengah Pertama yang di bangun dengan dana swadaya masyarakat dengan nama SMP LKMD Pinabetengan, dan kemudian menjadi SMP negri 2 Tompaso kini. Belum berhenti sampai disitu, kini telah pula dibangun SMA Pinabetengan pada Mei 6 tahun lalu yang di prakarsai oleh panitia pembentukan SMA Pinabetengan dan Bpk. D. Lumintang, BA.
Ada sejumlah prestasi lain yang tidak di bahas disini sebab sekarang kita tidak akan berbicara tentang sejumlah nostalgia tersebut melainkan pasca sejumlah keberhasilan tersebut kini Desa Pinabetengan memiliki persoalan mendasar yang perlu disikapi. Dimulai dari jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah cukup tinggi, padahal akses pendidikan di desa ini cukup mudah sebab mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA telah ada disini. Yang menjadi pokok persoalan mungkin saja bukan hanya soal fasilitas pendidikan namun juga biaya pendidikan yang relatif tinggi sehingga cukup mengurungkan niat orang tua menyekolahkan anak. Dari penelusuran kami sejumlah keluarga dapat menyekolahkan anak hingga tingkat SMP namun tidak mampu lagi hingga tingkat SMA apalagi Perguruan Tinggi karena himpitan tingginya kebutuhan hidup keluarga dan besarnya biaya pendidikan. Sekarang bagi sebagian masyarakat berprinsip “yang penting sudah bisa baca tulis dan berhitung, pasti tidak akan dibodohi orang” menjadi pegangan untuk dapat bertahan hidup di masa kritis, padahal kini dunia telah memasuki era globalisasi dimana tuntutan bagi setiap orang untuk berusaha sejajar dengan yang lain agar tidak tertinggal atau dengan kata lain menjadi budak apalagi di tanah sendiri contoh konkrit di desa yang umumnya masyarakat petani ini beberapa keluarga terpaksa menjual tanah, rumah dan lahan perkebunan demi menyekolahkan anak hingga Perguruan Tinggi namun fakta bahwa jumlah sarjana dan mahasiswa di desa ini masih dapat di hitung dalam hitungan jari dari jumlah 6400 jiwa.
Butuh waktu berapa lama hingga ada sebuah Institusi pendidikan lagi di Desa Pinabetengan mungkin bukan solusi tepat, namun peningkatan mutu pendidikan yang ada saat ini dan terjangkaunya pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat desa mungkin bisa menjadi salah satu jawab bagi persoalan ini. Disadari demi mencapai hal tersebut membutuhkan dukungan penuh dari semua pihak terkait, kiranya usaha dan niat baik kita diperhitungkan oleh Opo Empung. I Jajat Un Santi

Pinabetengan, 14 Maret 2009

Foto Tua dari Watu Pinawetengan

| 0 komentar

Foto-foto ini adalah foto tempo dulu dari Batu Pinabetengan.


Batu Pinabetengan Waktu ditemukan kembali pada Tahun 1888

Batu Pinabetengan tahun 1890


Batu Pinabetengan Tahun 1940

Batu Pinabetengan Tahun 1985

Foto ini didapat dari berbagai sumber antara lain dari koleksi pribadi Bodewyn Talumewo.

Napa torang di TV Lokal PACIFIC TV MANADO

| 0 komentar


Napa tu salah satu dari Pinawetengan Muda


Napa torang pe Undangan ke-1 di Pacific TV


Frisky lagi di wawancara untuk ke-2 kali di Pacific TV
tentang Kebudayaan Minahasa masa kini

Napa Torang samua yang ada waktu itu
Ini Fredy di Wawancara ke-2

Napa tu orang Minut : Chandra Rooroh


Napa depe HOST Bung : Jo