Profil Desa Pinabetengan

| 0 komentar


Peta Wilayah & Peta desa Pinabetengan

Luas wilayah administratif Desa Pinabetengan adalah 660 Hektar.

Di Utara berbatasan dengan : Desa Talikuran

Di timur berbatasan dengan : Desa Tonsewer, Desa Talikuran, dan Desa Sendangan.

Di Selatan berbatasan dengan : Bukit Tonderukan

Di barat berbatasan dengan : Desa Kanonang

Struktur Pemerintahan Periode 2007 - 2012

Hukum Tua : Nolly V. Porajow

Sekretaris Desa : Hendra Tandaju, SE


IDENTIFIKASI
Desa Pinabetengan merupakan salah satu desa di Kabupaten Minahasa, yang secara historis adalah pusat dari kebudayaan Minahasa. Oleh karena dikawasan inilah terdapat bukti sejarah peninggalan zaman batu besar (megaliticum) yaitu Watu Pinawetengan. Menurut sejarah, di tempat inilah etnik Minahsa di bagi dalam delapan kelompok subetnik, diantaranya : Tounsea, Tombulu, Tountemboan, Toulour, Tounsawang, Pasan, Ponosakan dan Bantik. Itulah sebabnya disebut Pinabetengan karena mengandung arti tempat pembagian. Secara mitologi tempat ini di angap sebagai tempat yang paling keramat di Minahasa dan sering dikunjungi oleh para peziarah dengan melakukan serangkaian upacara ritual keagamaan di lokasi Watu Pinawetengan. Desa Pinabetengan terletak di Minahasa tengah, Kecamatan Tompaso dan termasuk dalam subetnik Tountemboan.
Karena Desa Pinabetengan termasuk dalam subetnik Tountemboan dengan sendirinya bahasa yang digunakan ialah bahasa Tountemboan. Disamping itu bahasa yang sering digunakan dalam komunikasi antar masyarakat atau dalam interaksi sosial adalah bahasa melayu Manado. Melayu Manado ialah bahasa yang umum digunakan dalam komunikasi antara orang-orang dari sub-sub etnik Minahasa manapun, antara mereka dengan penduduk dari suku-suku bangsa lainnya, baik dalam lingkungan pergaulan kota maupun dalam pergaulan desa. Selain dari dua bahasa tadi, bahasa nasional ( Bahasa Indonesia ) juga digunakan oleh masyarakat desa Pinabetengan dalam acara-acara resmi yang ada hubungannya dengan pemerintahan, upacara-upacara keagamaan (agama kristen, upacara sekitar daur hidup (siklus hidup = kelahiran sampai kematian), dan dalam dunia pendidikan di sekolah-sekolah.

POLA PERKAMPUNGAN
Pola perkampungan di desa Pinabetengan bersifat menetap, dalam arti bahwa suatu desa cenderung tidak berkurang penduduknya atau lengkap ditinggalkan akibat ladang-ladang yang makin jauh. Desa ini merupakan pusat aktifitas sosial dari para penduduknya. Aspek lain dari pola desa di Pinabetengan ialah bahwa kelompok rumah-rumah itu mempunyai bentuk memanjang mengikuti arah jalan. Desa yang mulai menjadi besar, pada sebelah menyebelah jalan dihubungkan dengan jalan-jalan samping untuk masuk lebih ke dalam. Pusat-pusat aktifitas desa seperti aktifitas-aktifitas Gereja, balai pertemuan, puskesmas, sekolah-sekolah (tiga SD, satu SMP dan satu SMA ) dan lainnya tidak terletak pada suatu deretan memanjang pada jalan utama tetapi menyebar.

SARANA TRANSPORTASI
Sarana transportasi darat di dalam menunjang ekonomi rakyat untuk memasarkan berbagai komoditi hasil pertanian paling banyak bersandar pada delman (bendi). Dalam hal menunjang komunikasi antar desa Pinabetengan dengan desa-desa di sekitarnya ditentukan juga olah bendi, disamping kendaraan bermotor seperti sepeda motor dan mobil tetapi hanya terbatas.

MATA PENCAHARIAN
Kebanyakan masyarakat di desa Pinabetengan memiliki mata pencaharian sebagai petani dan peternak. Sebagai petani mereka menanam berbagai macam tanaman seperti jagung, kacang merah, kacang tanah dan tanaman lainnya yang bisa di konsumsi dan bisa dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam hal berternak masyarakat desa Pinabetangan juga banyak memelihara ternak seperti kuda, sapi, babi dan ayam. Dan yang merupakan salah satu ternak unggulan adalah kuda, oleh karena selain dipakai dalam alat transportasi bendi (khusus kuda bendi), juga digunakan dalam perlombaan kuda pacu. Dapat dikatakan bahwa kuda-kuda pacu yang sering menjadi juara setiap perlombaan baik ditingkat daerah maupun di tingkat nasional adalah kuda-kuda pacu hasil peternakan di Desa Pinabetengan. Selain sebagai petani dan peternak, ada juga anggota masyarakat yang bermata pencaharian sebagai tukang kayu bangunan (bas) dan sebagian lagi adalah guru dan PNS (tetapi hanya sebagian kecil saja). Untuk tukang kayu bangunan biasanya mereka membuat rumah atau bangunan di dalam ataupun di luar desa. Namun mata pencaharian sebagai tukang kayu bangunan ini hanya merupakan pekerjaan musiman. Dalam hal ini kalau ada pesanan atau proyek yang melibatkan tukang tersebut sambil menunggu panen tiba. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ada juga anggota masyarakat yang pergi berburu di hutan. Dan yang mereka buru atau yang menjadi buruan mereka adalah tikus hutan.

MAKANAN KHAS DESA
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun dalam rangka acara-acara ritual (pesta), hutan merupakan sumber energi maupun materi untuk berbagai kebutuhan penduduk. Berbagai jenis makanan (hewan maupun tumbuhan) untuk keperluan sehari-hari guna memenuhi kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan suatu pesta bersumber pada hutan. Jenis-jenis hewan/binatang yang dapat di konsumsi oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari atapun suatu acara resmi selain tikus hutan, ada juga babi hutan, ular piton (tua’na), biawak (liwang), ayam hutan, monyet dan kalong (paniki) tetapi jenis-jenis hewan tersebut (kecuali tikus hutan) sudah jarang dikonsumsi karena tergolong langka dan sulit ditemukan (berkurang) di sekitar wilayah hutan di Desa Pinabetengan. Berbagai jenis tumbuhan liar, baik yang terdapat di hutan maupun di sekitar lingkungan-lingkungan fisik lainnya merupakan bahan makanan yang memenuhi kebutuhan sayur-sayuran terutama pangi, paku, jantung pisang, dan rebung. Selain itu enau juga merupakan sumber nira sebagai minuman khas yang terkenal di Minahasa, dan orang biasa menyebutnya dengan “saguer“. Saguer ini pula bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula merah dan Alkohol (cap tikus). Tanaman pohon enau yang menghasilkan saguer ini tumbuh alamiah di hutan maupun di perkebunan milik masyarakat di wilayah Desa Pinabetengan.

PERKAWINAN
Pada umumnya orang Minahasa membenarkan kebebasan orang untuk menentukan pasangan hidup atau jodohnya sendiri (Adam, 1976), walaupun dulu katanya dikenal juga penentuan jodoh/pasangan hidup atas kemauan orang tua sekalipun yang bersangkutan belum saling kenal mengenal (Mandagi, 1915). Tetapi dalam masyarakat desa Pinabetengan dikenal hanya pembatasa jodoh dalam perkawinan ada adat eksogami yang mewajibkan orang untuk kawin diluar famili, ialah kelompok kekerabatan yang mencakup semua anggota keluarga batin dari saudara-saudara sekandung ibu dan bapak, baik laki-laki maupun perempuan beserta semua keluarga batin dari anak-anak mereka.

ADAT MENETAP SETELAH MENIKAH
Dalam masyarakat desa Pinabetengan, adat menetap setelah menikah didasarkan pada adat neolokal (tumampas), yang mengharuskan pengantin baru untuk tinggal pada tempat kediaman yang baru. Pada kenyataan, adat neolokal ini tidak lagi diharuskan, dalam hal ini rumah tangga yang baru terbentuk dapat tinggal di lingkungan kekerabatan pihak suami ataupun pihak istri sampai mereka memperoleh rumah baru.

PRINSIP KETURUNAN
Dasar perwujudan keluarga batin orang Pinabetengan melalui adat perkawinan adalah monogami, dan batas-batas dari hubungan kekerabatan ditentukan oleh prinsip keturunan bilateral, dimana hubungan kakarabatan ditentukan lewat garis keturunan pria maupun wanita. Sedangkan identitas hubungan kekerabatan seseorang dalam kelompok famili ialah nama famili yang biasa disebut “fam” (marga). Nama famili di ambil dari nama famili suami atau ayah tanpa perubahan prinsip keturunan bilateral. Hal ini diperkuat dengan adanya kenyataan penulisan fam (marga) suami dan isteri secara bersama-sama, misalnya pada papan nama yang ditempelkan didepan rumah. Akan timbul suatu masalah identitas famili bila dipasangan suami isteri tidak memiliki anak laki-laki yang akan mendukung fam (marga) dari ayah mereka (kalangi, 1995 : 156)

MAPALUS
Mapalus yang didasarkan pada prinsip Resiprositas (prinsip timbal balik) bukan saja terdapat pada pekerjaan-pekerjaan pertanian, tetapi bagi orang Pinabetengan, mapalus biasa ada dalam berbagai kegiatan penting. Misalnya dalam menghadi ritual-ritual seputar kematian, perkawinan dan serangkaian upacara perayaan lainnya serta dalam kepentingan rumah tangga maupun kamunitas.

RELIGI
Secara resmi orang atau warga masyarakat Pinabetengan telah memeluk agama Kristen Protestan dan Kristen Katholik. Disamping itu juga masih ada beberapa orang yang menganut religi pribumi meskipun mereka sudah memeluk agama Kristen. Kristen Protestan merupakan agama mayoritas, yang terbagi kedalam beberapa dedominasi gereja seperti: GMIM (Gereja Masehi Injili di Minahasa), KGPM (Kerapatan Gereja Protestan Minahasa), GPDI (Gereja Pantekosta di Indonesia), GSJA (Gereja Sidang Jemaat Allah, dan GMAHK (Gereja Masehi Advent Hari Ke Tujuh).


Sumber data : Raymoon R.S. Wowiling, S.Sos
Dalam skripsinya : Budaya Birokrasi dan Kinerja Aparatur Pemerintahan Desa di Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa dalam implementasi Otonomi daerah. FISIP UNSRAT 2002

WATU PINAWETENGAN: Antara Mitos dan Realita (Frisky Tandaju)

| 2 komentar

Watu Pinawetengan yang sekarang ini di klaim sebagai pusat kebudayaan Minahasa masih menyimpan banyak misteri. Adalah sebuah tulisan kuno yang terdapat di permukaan batu tersebut, kini mulai diartikan orang beragam. Sayangnya belum ada arti dan dasar-dasar akademisnya. Benarkah tulisan tersebut merupakan tulisan tangan dari leluhur Minahasa atau ada suku terdahulu sebelum Minahasa yang pernah tinggal di tanah ini dan kemudian tersingkirkan seperti suku Aborigin di Australia dan suku Indian di Amerika, atau mungkin hanya guratan-guratan tanpa arti yang di buat oleh orang iseng semata. Faktanya telah dilakukan penelitian demi penelitian demi mengungkap arti tulisan tersebut, tapi belum ada satupun yang dapat menyimpulkan artinya.

Di radius 3 km dari Watu Pinawetengan berada saat ini tidak ditemukan satupun situs sejarah lain yang dapat mendukung bahwa tempat tersebut adalah tempat pembagian ataupun tempat pertemuan. Hanya saja ada tulisan tulisan dari beberapa orang yang bukan asli minahasa dan mungkin dijadikan referensi oleh sebagian orang guna mengartikan guratan-guratan di watu tersebut. Batu meja yang di sebut – sebut sebagai tempat para Dotu berkumpul untuk melakukan musyawarah di kompleks Watu Pinawetengan sendiri tidak jelas posisi dan eksistensinya, dan fakta bahwa tak satupun ditemukan waruga di kompleks Watu Pinawetengan dalam radius tersebut.

Suatu peradaban dimulai ketika manusia, hewan dan tumbuhan hidup dalam suatu lingkungan hidup dan saling melakukan interaksi. Dotu – dotu yang kita ketahui pasti mereka memiliki tempat tinggal atau tempat beristirahat, tempat mengambil air dan tempat mereka beristirahat di akhir hayat yaitu waruga. Jika memang Watu Pinawetengan merupakan pusat Minahasa, pasti akan ada peninggalan di sekitaran Watu tersebut.

Waktu adalah satu faktor penting yang menentukan budaya suatu masyarakat dalam suatu lingkup masa. Kini bukan hal yang mutlak jika orang Minahasa wajib tau akan arti dari tulisan tersebut, terlepas dari benar tidaknya tulisan di Watu itu adalah simbol-simbol penting atau hanya guratan tanpa arti namun terutama bila manusia kini tak mampu mencerna dan menyerap arti pembelajaran yang terkandung di dalamnya. Benar bahwa adalah suatu hal yang tragis bila kita tak tau akan sejarah masa lalu tetapi adalah lebih tragis lagi bila masa lalu yang seharusnya menjadi motivasi dalam pengenalan identitas diri diterapkan mentah-mentah ke masa kini. Terlebih, memahami sejarah yang tertuang dalam suatu simbol memerlukan kedalaman dan kejernihan batin setiap pribadi. Dengan arti lain, simbol-simbol peninggalan sejarah seharusnya bisa membuat manusia lebih bijak dalam bersikap, terutama saat menjalani kehidupan. Dan bukan justru membelenggu manusia ke dalam romantisme kehidupan masa lampau yang tidak produktif. Contonya pagelaran Seni Budaya yang dilaksanakan di Watu Pinawetengan baru-baru ini dilaksanakan secara ritus tetapi sebenarnya masyarakat Minahasa sekarang ini tidak lagi melakukan ritual seperti itu. Ritus seperti itu sebenarnya dilakukan oleh sekelompok orang yang hanya memanfaatkan budaya dan leluhur demi keuntungan pribadi semata.

Revolusi budaya kini telah terjadi di Minahasa, dimana seiring dengan berjalannya waktu, banyak sudah kebudayaan Minahasa yang terkontaminasi oleh budaya luar contohnya kebudayaan asli seperti tari maengket kini telah menjadi cha-cha, klarinet kini telah menjadi band, dan hal itu adalah wajar karena sebenarnya daerah yang multi kultur ini sangat terbuka dengan perubahan. Adalah hal penting yang perlu kita sadari bersama bahwa semangat masa lalu adalah titik tumpu, semacam fondasi ketika kita membangun rumah, untuk menjangkau masa depan dan Identitas Orang Minahasa adalah keterbukaan dalam menyambut perubahan dan semangat Mapalus dalam mencapai tujuan bersama.

I Jajat U Santi

ORANG KAMPUNG (karya Frisky Tandaju)

| 0 komentar

Sayor popaya deng dabu dabu

Nasi milu deng ubi kayu

Sayor rubus isi di bulu

Orang kampung nyanda bolotu

Bawa bekal milu songara

Mar nyanda lupa for mo skola

Mama deng papa kurang maraya

Yang penting anak jadi sarjana

Orang kampung...

Pigi kobong masi glap glap

Pulang kobong hari so glap

Se skola anak deng dada tegap

Asal nyanda hasil suap

Makase banya so dengar akang

Kita ini cuma orang kampung

Yang pastiu cuma merenug

Lebe bae bangun tu kampung

PINABETENGAN NYANDA MATI (karya Frisky Tandaju)

| 1 komentar

Masa so berganti

Pinabetengan nyanda mati

Nyanda cuma ganti kuli

Pinabetengan harga mati

Cuma besar deng nasi milu

Pinabetengan nda pernah malu

Dunia so datang deng era baru

Pinabetengan nda ragu-ragu

Pulang kampung gantong capatu

For mo sambut tu hari baru

Pinabetengan musti maju

Nyanda Cuma baganti baju

Kalo datang bulan desember

Cuma bete dengan saguer

Dari pada Cuma for pamer

Nentau kote orang koruptor

Jangan ragu bangun tu kampung

Masi banya tana di gunung

Biar makang nda nasi gunung

Asal nyanda utang malendong

Pinabetengan tanah lahirku

Nyanda cuma sampe bakuku

Mari samua baku beking maju

Torang samua nda cuma batu